Kerajaan Salakanagara adalah sebuah kerajaan
bercorak Hindu-Budha yang didirikan pada tahun 130 M oleh Maharaja Dewawarman
I. Berkedudukan di sekitar Gunung Pulosari, Pandeglang sebagai kelanjutan dari
kekuasaan Aki Tirem sang Aki Luhur Mulia, penguasa pesisir Jawa Bagian barat
pada masa itu. Kerajaan Salakanagara bukan merupakan kerajaan tertua di Jawa
bagian barat karena masih ada kerajaan yang lebih tua, selain Kerajaan
Salakanagara diantaranya, Kerajaan Sagara Pasir di Bekasi (Sekitar Abad 1 SM)
dan Kerajaan Caringin Kurung di Gunung Salak (Sekitar tahun 400 SM).
Ibukota kerajaan ini bernama Rajatapura
(artinya kota perak, sekarang berada di wilayah Teluk Lada, Pandeglang) atau
dalam catatan Yunani disebut dengan sebutan Algire. Wilayah daratan yang
menjadi kekuasaan Salakanagara, meliputi Jawa bagian barat dan semua pulau di
sebelah barat Jawa. Sedangkan kekuasaan lautnya meliputi laut diantara pulau
Jawa dan Sumatera. Setiap pesisir pantai yang menjadi kekuasaan Salakanagara
dijaga oleh pasukan, sehingga perahu-perahu yang datang dari timur maupun barat
harus berhenti dan membayar upeti kepada Salakanagara. Meskipun tercatat
sebagai negara maritim, tapi Salakanagara juga memiliki sistem pertanian yang
menggunakan cara berladang.
Pelabuhan-pelabuhan yang dimiliki Salakanagara
adalah Nusa Mandala (Pulau Sangiang), Nusa Api (Krakatau), dan pesisir Sumatera
bagian selatan. Semua pelabuhan tersebut dilindungi oleh pasukan kerajaan.
Untuk urusan politik kerajaan, Salakanagara
kerap mengadakan hubungan diplomatik dengan Kerajaan di Cina dan Kerajaan-kerajaan
di India.
Kerajaan Salakanagara merupakan leluhur
Nusantara. Banyak kerajaan-kerajaan besar yang diturunkan oleh Kerajaan Ini
yaitu, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Kutai dan Kerajaan Sriwijaya.
Selanjutnya Kerajaan Tarumanegara menurunkan Kerajaan besar seperti, Kerajaan
Sunda-Galuh, Kerajaan Kalinga, Kerajaan Mataram Kuno, dan bahkan Kerajaan
Majapahit pun yang kedudukan nya di Kali Brantas, Jawa Timur merupakan
keturunan dari raja-raja Sunda.
PENGUASA JAWA BARAT SEBELUM SALAKANAGARA
Makam Aki Tirem/Sunan Jangkung/Angling Darma
(foto :www.kompasiana.com)Sebelum datangnya Dewawarman I di pesisir Jawa Barat, wilayah Jawa bagian barat dikuasai oleh Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya. Beliau beragama nenek moyang namun ada juga yang menyebutkan beliau beragama Sunda wiwitan(hyang), Hindu bahkan Islam. Dalam agama hindu beliau terkenal dengan sebutan Angling Darma sementara dalam agama Islam lebih dikenal dengan Sunan Jangkung.
Aki Tirem mempunyai seorang putri bernama Nyi Pohaci Larasati yang nantinya dipersunting oleh Maharaja Dewawarman I, seorang duta keliling dari Kerajaan Palawa, India. Tatkala Aki Tirem sakit, sebelum wafat beliau memberi wasiat supaya kekuasaanya diserahkan kepada menantunya Dewawarman I.
Setelah itu Dewawarman I diangkat menjadi penguasa baru di wilayah Jawa bagian barat dan mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Salakanagara.
RAJA-RAJA KERAJAAN SALAKANAGARA
1. Maharaja Dewawarman I (130
– 168)
Sebelum mendirikan kerajaan Salakanagara, beliau adalah seorang utusan
dari Maharaja Palawa. Dalam menjalankan tugasnya sebagai utusan raja tersebut,
beliau pernah mengunjungi kerajaan-kerajaan di Ujung Mendini, Bumi Sopala,
Yawana, Syangka, Cina, dan Abasid (Mesopotamia).
Raja ini memiliki dua orang istri, yang
pertama merupakan putri dari Benggala (India) dan yang kedua adalah puteri dari
Aki Tirem yang bernama Pohaci Larasati.
Setelah mendirikan Salakanagara, beliau
bergelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara (selanjutnya
disebut Dewawarman I). Sedangkan Pohaci Larasati (permaisurinya) bergelar Dewi
Dwani Rahayu.
Dewawarman I, kerap kali harus memimpin
langsung pasukannya untuk menumpas para bajak laut. Karena beliau begitu ahli
dalam bertempur, maka para perompak saat itu dapat ditumpas dan enggan untuk
memasuki wilayah Salakanagara.
Kemungkinan Dewawarman I pada masa
kekuasaannya, membentuk sebuah kompleks candi di daerah Batujaya (Karawang).
Bangunan candi-candi kecil yang semuanya berjumlah 24 buah tersebut
memperlihatkan unsur bangunan agama Budha.
Dari pernikahannya yang pertama dengan putri
Benggala, beliau memiliki putra yang bernama Singasagara Bhimayasawirya.
Sedangkan dari pernikahannya dengan Pohaci Larasati, Dewawarman I memiliki
beberapa orang anak. Anak laki-laki tertua yang bernama Prabu Digwijayakasa
Dewawarmanputra (Dewawarman II)
menggantikan kedudukan ayahnya selaku penguasa Salakanagara.
2. Maharaja Dewawarman II (168 - 195)
Beliau tidak memiliki putra laki-laki sebagai penerus tahta. Dari
permaisurinya yang berasal dari Jawa Tengah, lahirlah seorang putri yang bernama Dewi Tirta Lengkara dan kemudian dinikahkan
dengan seorang raja daerah Ujung Kulon yang bernama Darma Satyanagara.
Karena aturan saat itu hanya
memperbolehkan seorang putra laki-laki yang berhak menggantikan kedudukan raja,
maka saat Dewawarman II turun tahta, tampuk kekuasaan diteruskan oleh saudara
tirinya yaitu oleh Singasagara Bhimayasawirya (anak Dewawarman I dari seorang
putri di Bengala, India).
3. Maharaja Dewawarman III (195 – 238)
Pada saat dinobatkan menjadi raja, beliau diberi gelar Dewawarman III.
Di masa kekuasaanya, para bajak laut mulai muncul kembali setelah sekian lama
menghilang ditumpas oleh ayahnya (Dewawarman I). Melalui pertempuran, bajak
laut yang berasal dari Cina berhasil ditumpas oleh Dewawarman III bersama
pasukannya.
Untuk urusan politik kerajaan, Dewawarman III mengadakan hubungan
diplomatik dengan Kerajaan di Cina dan India.
Kemungkinan karena tidak memiliki trah atau garis keturunan dari Aki
Tirem, maka saat Dewawarman III turun tahta, tampuk kekuasaan diserahkan pada
Darma Satyanagara, seorang raja daerah Ujung Kulon yang merupakan menantu dari
Dewawarman II.
4. Maharaja Dewawarman IV
(238 – 251)
Nama asli dari raja ini yaitu Darma Satyanagara. Pada awalnya dia
merupakan raja dari Kerajaan Ujung Kulon (kerajaan bawahan Salakanagara). Namun
setelah beliau menikah dengan Tirta Lengkara (puteri sulung Dewawarman II),
maka beliau dipercayakan sebagai penerus tahta Kerajaan Salakanagara.
Dari pernikahannya dengan Tirta Lengkara, lahirlah seorang puteri yang
bernama Mahisa Saramhardini Warmandewi.
5. Maharaja Dewawarman V (251
– 276)
Saat Dewawarman IV turun tahta, lagi-lagi Salakanagara tidak memiliki
putra mahkota seorang laki-laki. Tradisi kerajaan yang mengharuskan laki-laki
sebagai raja, tidak dapat terpenuhi. Untuk mengatasi keadaan ini, maka suami
dari putri sulung Dewawarman IV (Mahisa
Saramhardini Warmandewi) yang bernama
Darmasatyajaya dinobatkan sebagai raja
dan diperkenankan memakai gelar Dewawarman V.
Disamping bertindak sebagai raja, Dewawarman V memiliki jabatan lain
yaitu sebagai Senapati Sarwajala (panglima angkatan laut Salakanagara). Dalam
menjalankan tugasnya sebagai panglima angkatan laut, beliau gugur di saat
perang menghadapi bajak laut.
6. Mahisa Suramardini Warmamdewi (276 – 289)
Beliau meneruskan tahta suaminya yang gugur di pertempuran, sambil
menunggu putra sulungnya dewasa. Dengan demikian, sang ratu ini tercatat
sebagai wanita pertama yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi di suatu kerajaan
yang ada di barat Jawa.
7. Maharaja Dewawarman VI
(289 – 308)
Raja ini merupakan putra sulung dari pasangan Dewawarman V dan Mahisa
Saramhardini Warmandewi. Beliau memiliki
nama asli yaitu Prabu Ganayanadewa Linggabumi.
Beliau memiliki permaisuri yang berasal dari India. Dari pernikahannya
itu lahir 3 orang putera dan 3 orang puteri, antara lain :
1.
Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati, kelak menjadi penerus tahta
Salakanagara.
2.
Salaka Kancana Warmandewi, puteri ini menikah dengan menteri Kerajaan
Gaudi (Benggala, India Timur).
3.
Kartika Candra Warmandewi, puteri ini menikah dengan raja-muda dari
negeri Yawana (daerah di daratan Asia Tenggara).
4.
Gopala Jayangrana, kelak menjadi menteri di Kerajaan Calankayana
(India).
5.
Sri Gandari Lengkaradewi, puteri ini menikah dengan menteri-panglima
angkatan laut Kerajaan Palawa (India).
6.
Skandamuka Dewawarman Jayasastru, kelak menajadi senapati Salakanagara.
8. Maharaja Dewawarman VII
(308 – 340)
Dewawarman VII merupakan putera sulung dari
Dewawarman VI. Saat penobatannya sebagai raja Salakanagara, beliau bergelar Prabu
Bima Digwijaya Satyaganapati.
Beliau memiliki hubungan kekerabatan dengan
Kerajaan Bakulapura (Kutai, Kalimantan). Kekerabatan ini berdasarkan kakak
permaisuri dari Dewawarman VII menikah dengan Atwangga (raja Bakulapura).
Pernikahan antara kakak ipar Dewawarman dengan raja Bakulapura itu, lahirlah
Kudungga (kelak menjadi raja pertama Kerajaan Kutai). Dewawarman VII memiliki
putri sulung yang bernama Spatikarnawa Warmandewi.
9. Senopati Krodamaruta ( 340 )
Krodamaruta adalah anak dari Gopala Jayangrana (putra ke-4 dari
Dewawarman VI yang bertugas sebagai menteri di Calankayana). Krodamaruta
merebut tahta Salakanagara persis disaat Dewawarman VII wafat.
Senapati Krodamaruta tiba di ibukota Rajatapura
dari Kerajaan Calankayana bersama ratusan pasukan bersenjata lengkap dan
langsung mengklaim dirinya sebagai penerus kerajaan Salakanagara tanpa
menghiraukan adat pergantian kekuasaan yang selama ini dijalankan. Peristiwa
ini terjadi karena Krodamaruta melihat peluang ketika ahli waris tahta
Salakanagara yang sah adalah seorang perempuan dan belum bersuami.
Karena sikapnya yang melanggar adat pergantian
kekuasaan, Krodamaruta tidak disukai oleh keluarga keraton dan penduduk
Salakanagara. Beruntunglah peristiwa yang tidak harmonis antara pemimpin dengan
bawahan di Salakanagara ini tidak berlangsung lama, karena Krodamaruta tewas
tertimpa batu besar yang longsor dari puncak bukit ketika sedang berburu di
hutan.
Krodamaruta hanya berkuasa selama 3 bulan.
10. Spartikarnawa Warmandewi (340 – 348)
Untuk mengisi kekosongan kekuasan, akhirnya dengan terpaksa puteri ini
mengambil alih tahta Salakanagara meskipun saat itu ia belum menikah. Beliau
terkenal cantik, pintar serta bijaksana.
Di saat kekuasaannya tepatnya pada tahun 346, ibukota Rajatapura
kedatangan pengungsi dari Kerajaan Palawa karena kerajaan tersebut telah
dikuasai oleh Kerajaan Samudragupta (India). Diantara para rombongan pengungsi
itu terdapat bibi dari Spatikarnawa Warmandewi yang bernama Sri Gandari
Lengkaradewi (puteri ke-5 dari Dewawarman VI).
Spatikarnawa Warmandewi berkuasa hingga saat beliau menikah dengan
saudara sepupunya (anak laki-laki dari Sri Gandari Lengkaradewi).
11. Maharaja Dewawarman VIII
(348 – 362)
Sebelum menjadi suami dari Spatikarnawa Warmandewi, beliau merupakan
panglima angkatan laut Kerajaan Palawa. Di saat dinobatkan sebagai raja
Salakanagara, beliau diberi gelar Prabu Darmawirya Dewawarman.
Pada masa kekuasaannya inilah, Salakanagara mencapai puncak keemasannya.
Kehidupan penduduk makmur sentosa, dan sang raja memajukan kehidupan keagamaan.
Mayoritas penduduk saat itu memeluk agama Ganapati yang memuja Ganesha.
Sedangkan sisanya ada yang memuja Wisnu, Siwa, Siwa-Wisnu, dan kepercayaan asli
leluhur.
Dewawarman VIII membuat candi dan patung bagi semua penganut agama yang
ada saat itu. Untuk penganut Siwa dibuatkan Siwa Mahadewa dengan hiasan bulan
sabit pada kepalanya (mardhacandrakapala).
Untuk penganut Ganapati dibuatkan patung Ganesha (Ghayanadawa). Tidak
ketinggalan juga patung Wisnu dia persembahkan bagi para pemujanya.
Raja ini juga mendirikan candi di wilayah Lebak Cibedug, (sekarang
termasuk Kabupaten Lebak). Konon menurut pengamatan satelit pengindraan minyak
Amerika Serikat, candi ini memiliki 2 kali luas dari Candi Borobudur.( Penyusun
belum menemukan bukti otentik dari keterangan ini).
Dewawarman VIII mempunyai 2
orang permaisuri. Yang pertama
adalah Spatikarnawa Warmandewi yang
kelak menurunkan keturunan menjadi raja-raja di barat
Jawa dan Kalimantan.
Sedangkan permaisuri yang
kedua bernama Candralocana
(puteri seorang Brahmana dari Calankayana), dari permaisuri ini lahirlah
keturunan yang kelak menjadi raja-raja di pulau Sumatera, Semenanjung, dan Jawa
Tengah.
Berikut ini merupakan putra-putri dari Dewawarman VIII :
1.
Iswari Tunggal Pertiwi Warmadewi (Dewi Minawati), puteri ini kelak
menikah dengan Sang Maharesi Jayasingawarman (pendiri Kerajaan Tarumanagara).
2.
Aswawarman, putera ini diangkat anak sejak kecil oleh Kudungga (raja
pertama Kerajaan Kutai), kemudian dijodohkan dengan puterinya dan akhirnya
meneruskan kekuasaan di Kutai.
3.
Dewi Indari, kelak puteri ini menikah dengan Maharesi Santanu (Raja
Kerajaan Indraprahasta yang pertama).
Putera-puterinya yang lain tinggal di Yawana
dan Semenanjung. Sementara yang hijrah ke pulau Sumatera, kelak akan menurunkan
keturunan raja-raja disana termasuk Sang Adityawarman (Raja Sriwijaya). Sedangkan
putranya yang bungsu menjadi penerus Kerajaan Salakanagara dengan gelar
Dewawarman IX.
12. Maharaja Dewawarman IX
(362-?)
Di masa pemerintahannya, pamor kekuasaan Salakanagara menurun drastis,
hal ini bertolak belakang dengan prestasi dari ayahnya (Dewawarman VIII) yang
membawa Salakanagara dalam kemakmuran. Salakanagara semakin kehilangan
“gaungnya” dan akhirnya terlampaui oleh Kerajaan Tarumanagara, bahkan menjadi
wilayah kekuasaan dari kerajaan baru itu.
Setelah menjadi wilayah kekuasaan Tarumanagara,
riwayat raja-raja yang berkuasa di Salakanagara tidak tercatat dalam sejarah.
Namun yang pasti, Salakanagara termasuk kerajaan sekutu dari Tarumanagara saat
menghadapi beberapa pemberontakan di Tarumanagara.
PENINGGALAN KERAJAAN SALAKANAGARA
Situs yang menguatkan dugaan bahwa terdapat Kerajaan Salakanagara dapat kita jumpai di Ciaruteun, daerah Cihampea, Kabupaten Bogor. Di lokasi situs banyak ditemukan umpak (penyangga tiang kayu). Setiap umpak memiliki ukuran yang cukup besar, yaitu 50 x 50 centimeter dan tinggi 75 centimeter. Di samping temuan umpak, di seputar situs juga banyak ditemukan adanya menhir, batu datar (dolmen; untuk upacara persembahyangan), batu berundak, dan lain sebagainya. Hal ini diindikasikan kepercayaan penduduk Salakanagara merupakan kepercayaan dengan budaya megalitik, yang memiliki sebuah kepercayaan yaitu menghormati roh leluhur.
Peninggalan kerajaan Salakanagara yang lainya adalah situs Cihunjuran di Gunung Pulosari, Pandeglang Banten.
Situs Kerajaan Salakanagara di Gunung Pulosari
(foto: coba-cobaaja2012sukses.blogspot.com)
jika salakanegara merupakan kerajaan Hindu/Budha lalu mengapa bukti peninggalannya berupa situs megalitikhum proto/deutro melayu?
BalasHapusmenurut pendapat saya, bukan kerajaan hindu/budha tapi sunda wiwitan, kepercayaan terhadap roh leluhur itu salah satu bentuknya. Dan sampai sekarang kepercayaan ini masih dianut oleh suku Baduy
HapusMereka Percaya Kpd Allah dan leluhur.
BalasHapusSilahkan perdalam tentang baduy dalam