Tahun Berdiri
: 597 M
Masa : 597-612 M
Masa : 597-612 M
Pusat Kerajaan
: Sumedang
Nama Lain :
Kerajaan Medang Gana
Raja Pertama :
Maharajaresi Kandiawan
Raja Terkenal
: -
Jumlah Raja :
1
Agama Kerajaan
: Hindu
Agama seluruh Masyarakat : Hindu, Budha, hyang
Diteruskan Oleh : Kerajaan Galuh
Kerajaan ini disebut juga Kerajaan Medang Gana. Lokasinya
terletak di daerah segitiga Bandung – Sumedang – Ciamis (sekarang), yang pada
abad ke 17 dikenal dengan nama Medang Sasigar dan kemudian menjadi nama
Sumedang.
Seperti halnya Kendan, kerajaan ini juga bersifat keagamaan.
Kerajaan ini dipimpin oleh seorang Rajaresi, yaitu jabatan raja yang selain
menangani masalah pemerintahan, juga menangani masalah keagamaan.
Berikut ini merupakan raja yang berkuasa di kerajaan Medang
Jati :
Maharajaresi Kandiawan (597 – 612)
Maharajaresi Kandiawan adalah putra dari Rajatapura
Suraliman Sakti, raja ke-2 Kerajaan Kendan, dan merupakan cucu dari Resiguru
Manikmaya (pendiri Kerajaan Kendan) serta cicit dari Maharaja Suryawarman (Raja
Tarumanegara ke-7). Setelah menjadi penguasa Medang Jati,
beliau dinobatkan dengan gelar Rajaresi Dewaraja. Sebutan lainnya untuk
Kandiawan adalah Rahiyangta ri Medangjati.
Kandiawan merupakan seorang ahli yang membuat, mengajarkan, dan melaksanakan
Sanghiyang Watangageung. Dimana, Sanghiyang Watangageung tersebut diyakini
sebagai Undang-undang pemerintahan pertama di tanah Sunda yang merupakan
himpunan peraturan yang mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat, juga
mencakup pengaturan kehidupan beragama, antara lain tentang kehidupan para wiku
(ulama / cendekiawan)
Dari pengembangan Sanghiyang Watangageung, lahirlah
Sanghiyang Siksa Kanda ng Karesian dan Séwaka Darma, yang kelak kemudian
menjadi sumber hukum Kerajaan Pajajaran.
Kandiawan memiliki 5 orang putra, antara lain :
1. Mangukuhan,
penguasa daerah Kuli-Kuli.
2. Karungkalah,
penguasa daerah Surawulan.
3. Katungmaralah,
penguasa daerah Peles Awi.
4. Sandangreba,
penguasa daerah Rawung Langit.
5. Wretikandayun,
penguasa daerah sekaligus rajaresi di daerah Menir.
Kandiawan mengundurkan diri sebagai raja, dan kemudian
menjadi petapa di Layungwatang (daerah Kuningan). Sebagai pengganti
kekuasaannya, beliau menunjuk Wretikandayun (putera bungsunya).
Raja yang berasal dari putera bungsu, merupakan suatu
kejanggalan untuk tradisi di saat itu (biasanya putera sulung dipilih menjadi
penerus tahta). Namun, Kandiawan telah mempertimbangkan matang-matang keputusan
itu. Pemilihan itu berdasarkan sikap yang dimiliki Wretikandayun yang dianggap
lebih baik daripada keempat kakaknya. Wretikandayun yang menjabat sebagai
rajaresi di Menir, dilihat oleh ayahnya
sebagai orang yang tidak terlalu mementingkan urusan duniawi. Jabatan rangkap
(raja dan rajaresi), telah merupakan tradisi di keluarga tersebut sejak masa periode
pemerintahan buyutnya di Kendan (Resiguru Manikmaya).
Setelah Wretikandayun naik tahta, pusat kerajaannya
berpindah ke ibu kota baru yang dinamakan Galuh. Mulai periode ini, nama
Kerajaan Medang Jati telah berubah menjadi Kerajaan Galuh.
Sumber : Buku Sejarah
Jawa Barat (Juganing Raja Kawasa karya Drs. Yoseph Iskandar),
westjavakingdom.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar